KONSTITUSI
DAN REVITALISASI GERAKAN PRAMUKA*
Oleh : Supendi**
Sebelum
membahas lebih jauh tentang meteri ini perlu ada kejelsan dan persamaan
persepsi terlebih dahulu tentang apa itu konstitusi, apa fungsi dan
kedudukannya serta apa hubungannya dengan gerakan pramuka, juga revitalisasi
apa yang dimaksud dengan revitalisasi, kearah mana revitalisasi gerakan pramuka
yang diharapkan sesungguhnya. Sebagai pendahuluan perlu ada pemahaman kerangka
dasar tersebut. Dan saya sangat apresiasi kepada racana karena materi ini
mungkin sangat baru bagi saya dan juga bagi anggota racana, materi ini lebih
mengarah kepada wacana pemikiran dan pembahasannya lebih menekankan pada system
regulasi dalam gerakan pramuka, serta mengarah pada karya pikir tentang
bentukan-bentukan gerakan baik teoritis maupun praktis. Secara sederhana saya
katakana bahwa materi ini akan membawa anggota pada bentukan realitas semu (virtual reality) jika hasilnya tidak
ditindak lanjuti. Artinya tidak perlu adanya wacana pemikiran jika endingnya
hanya menjadi refleksi maka perlu adanya aksi yang kongkrit dari semua pelaku
yang ada didalam gerakan pramuka termasuk di racana.
Dan
sebelum menelaah tetang kajian ada bebrapa dasar yang harus dimiliki oleh
anggota, yaitu kesiapan mental dalam berwacana, kedewasaan, kekayaan bahan hal
ini sebagai kerangka pemahaman agar tidak terjadi kebingungan serta dibutuhkan
kontinuitas. Sebagai ilustrasi dapat digambarkan bahwa membawa wacana hukum dan
wacana pemikiran sebenarnya saya merasa agak tabu di dalam gerakan pramuka.
Mengapa demikian karena selama ini grakan pramuka dibangun atas dasar
doktirinasi dan tata aturan yang kaku, banyak hal dan contoh yang dapat saya
ungkapkan, dan justru hal ini bertentangan dengan beberapa dasar yang menjadi
pondasi gerakan. Miskinnya inovasi sangat terlihat alih-alih menjadikan kader
kreativ dan inovatif justru banyak tata aturan yang membelenggu sehingga merasa
tidak perlu membuat semacam terobosan dalam tata aturan yang sudah baku.
Untuk
itu materi ini menjadi satu pemicu dan perlu tindak lanjut agar mahasiswa yang
tergabung dalam gerakan paramuka di perguruan tinggi atau di dalam racana
benar-benar berfungsi sebagai pengembang pemikiran dalam gerakan pramuka.
a.
Konstitusi
gerakan pramuka
Gerakan
pramuka dan juga organisasi-organisasi kepemudaan lainnya tentu memiliki
landasan hukum inilah yang menjadi pijakan hukum, konsideran dalam penetapan
legalitas organisasi. Konstitusi lebih dekan dengan praktik ketata negaraan,
dalam hal ini konstitusi diartikan sebagai Undang-undang
Dasar (bahasa
Latin: constitutio)
dalam negara adalah sebuah norma sistem politik dan hukum bentukan pada
pemerintahan negara biasanya dikodifikasikan sebagai dokumen tertulis. Hukum
ini tidak mengatur hal-hal yang terperinci, melainkan hanya menjabarkan
prinsip-prinsip yang menjadi dasar bagi peraturan-peraturan lainnya. Artinya
berbicara tentang konstitusi adalah keterkaitan erat antara Gerakan Pramuka
sebagai bagian dari Negara.
Gerakan pramuka menemukan momentum konstitusinya secara tegas
dalam UU Nomor 12 Tahun 2010 tentang
Gerakan Pramuka. Undang –undang ini sebagi pengganti Keppres Nomor 238 Tahun
1961 tentang Gerakan Pramuka. Undang-Undang tentang Gerakan Pramuka disusun
untuk menghidupkan dan menggerakkan kembali semangat perjuangan yang dijiwai
nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan masyarakat yang beraneka ragam dan
demokratis. Regulasi itu menjadi dasar hukum bagi semua komponen bangsa dalam
penyelenggaraan pendidikan kepramukaan yang bersifat mandiri, sukarela, dan
nonpolitis dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika untuk mempertahankan kesatuan
dan persatuan bangsa dalam wadah NKRI.
Hal inilah secara konstitusi Pramuka
memiliki keterikatan erat dengan system kenegaraan dan memiliki tanggungjawab
politis terhadap keberlangsungan kehidupan Negara.
b.
Hubungan
Kausalitas
Setelah
melihat bahwa Gerakan Pramuka menjadi bagian tidak terpisahkan dari konstitusi,
Negara dan politik meneguhkan posisi bahwa pramuka memiliki peran signifikan
dalam berbagai dimensinya. Inilah menjadi salah satu pokok focus bagi gerakan
pramuka untuk memberikan kontribusi posistif dalam pembangunan peradaban
kebangsaan.
Dalam
hal konstitusi bukan semata persoalan dasar hukum belaka, namun jelas munculnya
perundangan yang membahas khusus terhadap satu prodak hukum insstitusi yang
melekat dalam satu satuan organisasi menunjukkan bahwa gerakan pramuka
dipandang menjadi altenatif yang memiliki latar sejarah panjang dalam turut
membangun sistematika kepemimpinan, politik dan pembentukan karakter peradaban
bangsa.
Sebagai
elemen Negara gerakan pramuka dengan dikeluarkannya Undang-undang yang khusus
ini selain memiliki kekuatan hukum tetap juga mengandung tuntutan, salah
satunya adalah ranah pendidikan kognitif, afektif dan psikomotorik. Sejatinya
gerakan pramuka bukan hanya menjadi gerakan papan nama dalam setiap satuan
pendidikan baik di tingkat pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi namun juga
mengandung dimensi sebagai perangkat Negara yang merupakan pengejawantahan dari
elemen pendidikan.
Selain
itu dilihat dari sudut pandang politik, gerakan pramuka menjadi tidak lepas
dari peran perpolitikan. Walaupun gerakan pramuka menasbihkan diri sebagai
gerakan yang independen namun sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
unsur-unsur Negara maka memiliki peran politik signifikan dalam karakter dan
tradisi moralitas politik. Melihat sisi politik memang kadang tidak etis di
dalam pramuka namun mau tidak mau harus diakui dukungan politis menjadi peran
penting melakukan fungsi keberlangsungan kehidupan bernegara, karena sumber
kehidupan bernegara baik dari pendanaan, kesesuaian program dan usulan serta
dukungan harus mendapatkan pengakuan dari semua elemen yang didalamnya tidak
dapat lepas dari politik nasional.
c.
Menyoal
Revitalisasi Gerakan Pramuka
Term
revitalisasi biasanya kerap dikaitkan dengan kondisi alam semisal paska bencana
erupsi gunung meletus, atau pasca banjir. Revitalisasi juga dapat di analogikan
dengan mendaur ulang prodak yang telah mengalami kerusakan parah, meskipun kata
ini sepertinya kurang tepat jika digunakan dalam terma gerakan pramuka namun
semangat yang dijunjung dalam kata ini yang mungkin dapat menjadi bahan
perenungan bahwa ada sesuatu yang mengganjal, sesuatu yang tidak wajar dan ada
kesan mendalam bahwa ada titik-titik kejenuhan yang mulai menjalar di setiap
lini. Akan ada kesan merombak total tatanan yang sudah ada dalam gerakan pramuka
baik, system maupun struktur gerakan pramuka. Namun sebenarnya bukan arah ini
yang dapat saya tangkap dari makna revitalisasi ini, lebih menitik beratkan
pada efek pasca dikeluarkannya undang-undang nomor 12 tahun 2010 di atas perlu
penyesuaian sehingga tidak menimbulkan berbagai tafsir.
Revitalisasi
gerakan pramuka yang coba saya tangkap adalah pada paradigma berfikir, konsep
aplikasi system gerakan yang lebih meluas, serta tuntutan tanggung jawab moral
yang terkandung di dalamnya. Meskipun masih banyak unsur lain namun sementara
dapat saya amati dari tiga pokok di atas. Pertama,
paradigma berfikir menjadi pokok terutama bagi stakeholder gerakan pramuka
bahwa hari ini pramuka bukan organisasi tua, kolot dan jauh dari kesan
modernitas. Formulasi pendidikan yang sudah ada semestinya mendorong bukan
hanya pada aspek psikomotorik namun juga pada aspek kognitif dan afektif.
Paradigm baru inilah yang sangat diperlukan bahwa gerakan pramuka dipercaya
mengemban amanah untuk menjadi organisasi yang selain taat azas juga taat
tanggung jawab melakukan pengawalan terhadap perilaku berkebangsaan.
Karena
begitu luasnya paradigma yang sebenarnya dapat ditarik simpulan dari gerakan
pramuka membuat seakan-akan organisasi ini memiliki kesempurnaan disegala medan
dan segala tingkatan, salah satunya adalah fleksibilitas yang luar biasa
ditunjukkan bagaimana gerakan pramuka menjadi salah satu organisasi yang dapat
menampung dan menghilangkan sekat berbagai macam etnis, budaya dan agama dalam
satu rangkuman gerakan yang bernama pramuka.
Belum
lagi dilihat dari aspek lain, perlunya kesadaran paradigma berpikir yang lebih
kritis, namun tidak meninggalkan tata kelola dan hukum yang baku memang
menimbulkan sedikit penyesuaian dan ini memang sesuai terutama untuk bahan
kajian pramuka dewasa serta pramuka yang berbasis intelektual di perguruan
tinggi.
Kedua,
system aplikasi gerakan yang lebih luas. Sebelumnya ruang gerak gerakan pramuka
terbatas pada pengembangan personal dan
lebih pada tataran psikomotorik meskipun pada konsepnya sangat menyeluruh.
Ketiga, pada
ranah tanggung jawab beban berat diemban, kewajiban pemninaan mental spiritual
yang di bahasakan dalam pendidikan karakter bangsa menjadi focus kurikulum
pendidikan pembenahan moral karena degradasi yang luarbiasa hendaknya pramuka
mengambil peran yang lebih besar dari sebelumnya, dengan wajib latih pramuka di
berbagai tingkatan.
d.
Urgensi
Revitalisasi Gerakan Pramuka
Falafah Pancasila sebagi Dasar
Negara merupakan nilai dasar spiritual keagamaan, kemanusiaan, dan kesatuan
bangsa yang menjadi landasan dasar dalam pembangunan bangsa baik pembangunan
sumber daya manusia maupun pembangunan fisik.
Kepramukaan sebagai gerakan
pendidikan pada jalur pendidikan non formal merupakan bagian tak terpisahkan
dari system pendidikan dalam menyiapkan anak bangsa menjadi kader bangsa yang
berkualitas baik moral, mental, spiritual, intlelektuan, emosional, maupun
fisik dan ketrampilan.
Gerakan Pramuka yang diresmikan
berdirinya pada tanggal 14 Agustus 1961 merupakan kesinambungan gerakan
kepanduan nasional Indonesia yang bertujuan menumbuhkan tunas bangsa menjadi
generasi yang dapat menjaga keutuhan, persatuan dan kesatuan bangsa,
bertanggungjawab serta mampu mengisi kemerdekaan Indonesia.
Dari deskripsi di atas akan
tercermin bahwa gerakan pramuka untuk masa depan adalah sebuah keniscayaan. Hal
ini akan dikembalikan pada bahasan seblumnya jika pradigma ini sudah terbangun
maka dengan sendirinya gerakan pramuka akan mampu mewarnai sejarah kehidupan
bangsa ini, menjadi pioneer kemajuan menjawab segala kegelisahan yang dirasakan
oleh bangsa. Menjadi tempat mengadu dan berbenah dan pramuka hendaknya
memberikan jawaban atas segala kegelisahan ini.
e.
Efek
Samping dan Pertentangan
Karena
begitu kompleknya apa yang harus saya utarakan namun karena sulitnya mengurai
satuan-satuanyya ada kesan arah yang tidak focus bagian mana yang harus
direvitalisasi dengan adanya konstitusi baru ini. Maka saya gunakan istilah
efek samping karena akan ada berbagai macam penerimaan dan ini menjadi
diskursus yang menarik kedepan agar wacana intelektual dan konsep kaderisasi
yang lebih baik dapat tercipta yaitu munculnya budaya membaca, menulis dan
berfikir.
Setiap
pertertukaran pemikiran akan menjadi bahan perdebatan dan mesti ada tindak
lanjutnya. Jika hari ini menjadi momentum lahirnya pramuka yang dinamis,
pramuka yang intelektualis, pemikir sejati yang lahir dari pramuka maka apa
yang dimaksud dengan revitalisasi gerakan pramuka akan terwujud. Hal ini lahir
dari keprihatinan penulis akan minimnya literature yang mengungkap dan mereview
gerakan pramuka. Organisasi sebesar pramuka saya tidak menemukan satu buku
ilmiah dan buku wacana sebagai pengembangan gerakan, bahkan buku pengkaderanpun
hanya menjadi ilmu yang terbiasa diwariskan secara turun temurun, system
pendidikan pembinaan ada di satu pintu, tanpa ada pengembangan di luar jalur
resmi.
Untuk
itu racana yang merupkan gerakan pramuka berbasis perguruan tinggi selayaknya
menemukan momentumnya menjawab tantangan kedepan, dibutuhkan panduan praktis
dalam peminaan, tinjauan psikologis, nilai-nilai teologis dari gerakan pramuka
dan banyak kajian serta muatan yang sangat luar biasa sehingga penulis sulit
mengambil satu titik saja dari gerakan pramuka. Momen inilah perlu sinergi kesepahaman dan
pemahaman dalam pembentukan karakter bangsa pengawal demokrasi dan organisasi
yang dapat mengantarkan cita-cita luhur bangsa, dan menanamkan nilai religius
baik secara pribadi maupun social. Thanks
Regard
*)
Disampaikan pada Forum Silaturrahim Anggota Baru Racana Radin Inten II dan
Putri Kandang Rarang, 20 September 2014
**) Penulis adalah STAF
STAIN Jurai Siwo Metro dan Purna Racana STAIN Metro angkatan 2001
0 komentar:
Posting Komentar