Lolita;
"Mommy...! Mommy...!! Look at me!!!
"Mommy...! Mommy...!! Look at me!!!
I'm riding Donald!!! Awww..!! Awww..!! Ahhh...!!!"
Mom;
"Oh my goodness!!! Bad duck!!! Really really Baaaad duck!!!!"
"Oh my goodness!!! Bad duck!!! Really really Baaaad duck!!!!"
__________________________________________
Add caption |
Prolog-nya singkat aja, karena ini issue klasik, tetapi selalu menarik utuk dibahas. Sekarang ini kan media komunikasi visual dan informasi sudah sangat canggih, sehingga kita bisa melihat dunia hanya dengan satu kali klik yang dilakukan dari atas tempat tidur bahkan sambil nongkrong di WC. Bejibun informasi bisa didownload dari internet. Disamping itu juga media entertainment seperti TV kabel maupun yang melalui jaringan satelit sudah sangat menjamur di mana-mana, bahkan anak kecil pun sudah pandai mengakses semua pintu informasi tersebut.
Saya punya seorang adik ABG yang masih suka buang muka atau merasa tak enak hati ketika melihat adegan ciuman di HBO ketika nonton bersama keluarga yang lebih tua. Mungkin itu contoh dari sekian banyak kasus malu-malu pada bebasnya informasi yang bisa diterima dari media elektronik global. Namun fenomena gunung es terjadi pada segment yang bukan malu-malu melainkan sudah mulai meniru atau coba-coba dari apa yang dilihat di tv maupun
Mungkin bagi yang sudah memiliki anak, kekhawatiran tentang potensi negatif dari kemajuan teknologi komunikasi visual dan informasi ini kadang menghantui. Sebagaimana yang dikatakan oleh MTV, ketika acara Celebrity Death Match mendapat protes dari para ortu di AS, “Talk to your son, not to us”, maka timbullah pemikiran bahwa mungkin memang sudah sepantasnya kita yang membentengi anak-anak dari pengaruh negatif tersebut. Khususnya yang berhubungan erat dengan seks dan pornografi. Mungkin kita tidak akan mampu membungkam semua media tersebut atau melarang dan membatasi anak-anak dalam mengakses informasi karena sekarang pintu-pintu dan jendela informasi dapat diperoleh dengan mudah di seluruh pelosok tempat.
Jalan satu-satunya adalah dengan melakukan pendidikan seksual sejak dini, menanamkan pengertian tentang seks yang benar kepada anak-anak. Sebab seksualitas itu sebenarnya tidak melulu berbicara seputar persanggamaan, kesehatan organ seksual, dan seluk beluk esek-esek, melainkan juga meliputi pembahasan aspek hubungan social antar jenis kelamin berdasarkan norma, adat, dan aturan-aturan kesusilaan yang berlaku. Tetapi lagi-lagi budaya malu-malu masih menjadi kendala utama, yang dalam konteks yang satu ini melanda para orang tua. Mereka canggung dan malu karena sejak dulu seks itu selalu dianggap sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka apalagi dengan anak-anak. Maka menjawab bahwa pertanyaan bocah yang mempertanyakan dari mana adiknya muncul lebih gampang menggunakan dongeng aneh-aneh soal burung bangau dan bunga teratai daripada mengarahkan secara benar pengertian dan pelajaran yang sesungguhnya mengenai reproduksi.
Tetapi kendala lain yang lebih dominan adalah pertanyaan pada usia berapa anak-anak sebaiknya mulai dididik tentang perilaku seksual yang benar? Mengingat semakin majunya media komunikasi dan kemampuan anak dalam mengakses semua informasi, yang segmentnya makin hari terasa semakin bergeser jauh ke anak-anak di bawah umur. Tentunya kita harus semakin waspada, bahwa pendidikan seksual harus mulai dirintis untuk dibagi materinya dan didesain kusus untuk dikonsumsi oleh anak-anak usia pra remaja. Pembatasan dan pengawasan akses infomasi tetap perlu dilakukan, tetapi harus dibarengi pula dengan penanaman pengertian dan pendidikan yang terarah dan benar pada si anak.
Menurut Apers, kira2 mulai usia berapa anak harus dididik, diarahkan dan diberi pengertian tentang seks yang benar? Dan bagaimana kira-kira metoda yang paling tepat untuk melakukannya? Let’s talk about it

artikel terkait baca di sini
0 komentar:
Posting Komentar