Salah Asupan
Ini adalah judul yang coba saya berikan sebagai pemahaman
dari tulisan ini tentang mispersepsi yang samapai hari ini baru saya sadari.
Yaitu berawal dari ketidak fahaman saya akan sebuah pelajaran esde yang dulu
pernah saya
jalani tepatnya pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pada pokok bahasan sastra guru sering menyebut kata “Salah Asuhan” inilah pokok kata yang saya persoalkan. Mengapa demikian, ya karna baru-baru ini setelah hamper 15 tahun lalu saya mendapat dan mendengar kata ini namun baru ngeh, baru tau sejatinya Salah Asuhan itu adalah sebuah nama, bukan sebuah kejadian atau perilaku.
jalani tepatnya pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Pada pokok bahasan sastra guru sering menyebut kata “Salah Asuhan” inilah pokok kata yang saya persoalkan. Mengapa demikian, ya karna baru-baru ini setelah hamper 15 tahun lalu saya mendapat dan mendengar kata ini namun baru ngeh, baru tau sejatinya Salah Asuhan itu adalah sebuah nama, bukan sebuah kejadian atau perilaku.
Pengalaman ini mungkin tidak berharga bagi hamper semua
orang atau bahkan tidak berpengaruh sama skali. Namun bagi saya ini adalah
sebuah penyesalan yang luar biasa mengapa pelajaran yang sejatinya 15 tahun
lalu saya fahami baru saya tau secara pasti saat ini. Dan penyesalan ini ada
kaitan erat dengan ttindakan saya atau juga tindakan yang tlah dilakukan oleh
guru saya terhadap saya.
Artinya begini bukan menyalahkan guru, tapi juga sebagai
evaluasi karena memang saya yang tidak pernah menanyakan makna atau maksud dari
kata “Salah Asuhan” namun saya merasa tidak sepenuhnya bersalah dalam hal ini.
Untuk seusia saya itu sangat tidak mungkin berpikir secara logis atau analitis
untuk menanyakan secara detil maksud dari sebuah kata-kata. Maka untuk sesusia
saya pada waktu itu akan mencerna kata-kata dengan apa adanay sesuai pemahaman
masing-masing. Kata ini benar-benar mengandung ambifalensi setelah saat ini saya
tau. Ya Salah Asuhan itu dapat bermakna sebuah perilaku yang salah dari orang
tua galam mengasuh anak. Sehingga disebut “Salah Asuhan”. Tapi kata ini juga
bias menjadi Nama Orng, atau ini nama sebuah Kumpulan Artikel, Tema sebuah
kumpulan Puisi, atau Nama orang. Jadi banyak makna yang ada di dalamnya.
Lalu dimana kesalahnnya, sebagaimana saya katakana di atas
bahwa anak seusia saya pada waktu itu tidak mungkin berpikir selogis dan se
analitis ini utnuk menganalisa sebuah kata-kata, sehingga tak mungkin pula saya
menanyakannya karena tidak ada yang meragukan apalagi ketidak jelasan dalam
kata ini karena persepsi sya sudah matang dengan imajinasi yang saat itu saya
terima. Kesadaran psikologis yang harus disadari oleh guru pada saya yang saat
itu menjadi ganjalan, bagaimana maksudnya. Ya.. guru tentu harus lebih faham
secara psikologis dengan kondisi saya yang mencerna informasi yang diterima
dengan apa adanya. Ksadaran psikologis itu harusnya diketahui oelh guru untuk
secara terang tanpa harus ditanyakan menjelaskan kata demi kata dan membedakan
ambivalensi dari kata ini agar imajinasi saya dan mungkin beberapa kawan
sekelas saya agar tidak liar menafsirkan sekehendak hati kata “Salah Asuhan”
ini dengan perilaku seorang tokoh yang salah mengasuh anaknya.
Dan inilah yang yang saya sesalkan kenapa baru
sekarang saya memahami itu, jadi catatan pentingnya adalah saya sebagai orang
tua hendaknya memebri kata-kata yang sedikit memilki makna ganda. Karena anak
akan jarang sekali menanyakannya tapi ia akan mengingatnya dan dijadikan dasar
hujjah dalam berbicara terhadap orang lain. Bahkan sampai saat ini ada beberapa
hal yang sering saya gunakan sebagai penjelelasan eh ternyata apa yang saya
katakana salah, setelah saya temukan kejelasannya. Sbagai guru dan orang tua,
pahami jiwa anak, kita yang orang dewasa harus lebih tau apa yang harus
dilakukan.





0 komentar:
Posting Komentar